FIFA Dikritik Oleh Banyak Fans-fans Sepak Bola. FIFA, badan pengatur sepak bola dunia, kembali menjadi pusat perhatian akibat gelombang kritik dari para penggemar sepak bola global. Pada musim 2025/2026, berbagai kebijakan dan keputusan FIFA, terutama terkait Piala Dunia Antarklub dan Piala Dunia 2026, memicu kemarahan fans. Dari harga tiket yang melambung hingga isu kesejahteraan pemain, banyak yang merasa FIFA lebih mementingkan keuntungan finansial ketimbang semangat olahraga. Apa sebenarnya yang membuat fans begitu geram, dan bagaimana FIFA menanggapi kritikan ini? Mari kita bahas lebih dalam. BERITA BASKET
Apa Itu FIFA
FIFA, atau Fédération Internationale de Football Association, adalah organisasi internasional yang mengatur sepak bola dunia. Didirikan pada 1904 di Paris, FIFA bertanggung jawab atas penyelenggaraan kompetisi besar seperti Piala Dunia, Piala Dunia Antarklub, dan berbagai turnamen internasional lainnya. Berbasis di Zurich, Swiss, FIFA memiliki 211 asosiasi anggota dan memainkan peran kunci dalam menetapkan aturan permainan, mengatur transfer pemain, dan mempromosikan sepak bola secara global. Di bawah kepemimpinan presiden saat ini, Gianni Infantino, FIFA telah memperluas turnamen seperti Piala Dunia Antarklub menjadi 32 tim dan mendorong inovasi seperti teknologi VAR. Namun, meski berjasa besar dalam mengembangkan sepak bola, FIFA sering kali dianggap kontroversial karena dugaan korupsi, komersialisasi berlebihan, dan keputusan yang dianggap tidak memihak pada fans atau pemain.
Apa yang Fans Sepak Bola Kritik Terhadap FIFA
Kritik terhadap FIFA di musim 2025/2026 mencakup beberapa isu utama. Pertama, harga tiket Piala Dunia 2026 yang dianggap tidak terjangkau menjadi sorotan besar. Dengan sistem harga dinamis yang diterapkan untuk turnamen yang digelar di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko, fans merasa FIFA tidak peduli dengan aksesibilitas bagi penggemar kelas menengah ke bawah. Banyak yang menyebut kebijakan ini sebagai bukti bahwa FIFA lebih mengutamakan keuntungan ketimbang semangat sepak bola.
Kedua, penyelenggaraan Piala Dunia Antarklub 2025 juga menuai protes. Turnamen ini, yang diadakan di Amerika Serikat dengan format 32 tim, dianggap gagal menarik minat fans, terlihat dari banyaknya kursi kosong di stadion, seperti saat laga Chelsea vs Los Angeles FC yang hanya dihadiri 22.000 penonton dari kapasitas 71.000. Fans menyalahkan FIFA atas promosi yang buruk dan pemilihan lokasi yang tidak strategis, seperti menggelar laga tim Los Angeles di Atlanta. Selain itu, jadwal turnamen yang padat memicu kekhawatiran tentang kesejahteraan pemain, dengan serikat pemain FIFPRO memperingatkan risiko cedera akibat minimnya waktu istirahat.
Ketiga, FIFA dikritik karena absennya kampanye anti-rasisme yang jelas di Piala Dunia Antarklub 2025, meskipun sebelumnya mereka meluncurkan inisiatif “Global Stand Against Racism.” Banyak fans dan organisasi seperti Fare merasa FIFA menghindari isu sensitif ini demi menjaga hubungan dengan pihak tertentu, terutama di tengah iklim politik tertentu di Amerika Serikat. Kritik ini diperparah oleh sejarah FIFA yang dianggap lelet menangani isu korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia, seperti kontroversi Piala Dunia Qatar 2022.
Bagaimana Tanggapan FIFA Atas Kritikan Tersebut
FIFA, di bawah Gianni Infantino, merespons kritik dengan pendekatan yang cenderung defensif namun berupaya menunjukkan komitmen perbaikan. Untuk isu harga tiket Piala Dunia 2026, FIFA berdalih bahwa sistem harga dinamis bertujuan untuk “memaksimalkan pengalaman penonton” dan menjanjikan alokasi tiket dengan harga lebih terjangkau untuk fans lokal, meski detailnya masih kabur. Mereka juga menegaskan bahwa pendapatan dari tiket akan digunakan untuk mengembangkan sepak bola di seluruh dunia, meskipun pernyataan ini dianggap klise oleh banyak fans.
Mengenai Piala Dunia Antarklub, FIFA mengakui tantangan logistik dan berjanji untuk meningkatkan promosi serta koordinasi dengan tuan rumah di masa depan. Untuk isu kesejahteraan pemain, FIFA menyatakan sedang bekerja sama dengan asosiasi pemain untuk memastikan jadwal yang lebih seimbang, meski belum ada solusi konkret yang diumumkan. Terkait absennya kampanye anti-rasisme, FIFA membela diri dengan menyebut bahwa mereka tetap berkomitmen melawan diskriminasi, namun memilih pendekatan yang “lebih terintegrasi” dalam turnamen, meski ini dianggap kurang meyakinkan oleh kritikus. Secara keseluruhan, respons FIFA cenderung berfokus pada janji perbaikan tanpa langkah nyata yang memuaskan fans.
Kesimpulan: FIFA Dikritik Oleh Banyak Fans-fans Sepak Bola
Kritik terhadap FIFA dari fans sepak bola di musim 2025/2026 mencerminkan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dianggap mengutamakan keuntungan di atas semangat olahraga dan kesejahteraan pemain. Dari harga tiket yang mahal hingga kegagalan promosi Piala Dunia Antarklub dan kurangnya komitmen pada isu sosial, FIFA terus kehilangan kepercayaan penggemar. Meski FIFA berupaya menanggapi dengan janji perbaikan, respons mereka sering kali dianggap kurang konkret. Untuk memenangkan kembali hati fans, FIFA perlu menunjukkan tindakan nyata, seperti harga tiket yang lebih inklusif dan jadwal yang ramah pemain. Akankah FIFA mampu mengubah persepsi negatif ini menjelang Piala Dunia 2026? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi tekanan dari fans jelas menuntut perubahan besar.